Kamera Maros ,- Jauh sebelum semburat jingga menyentuh ufuk timur, Dusun Pattene, Desa Temmapaduae, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, telah berdenyut dengan energi yang luar biasa. Ribuan langkah kaki yang tak kenal lelah, dari berbagai penjuru, melantunkan gema zikir yang sarat kerinduan dan penghormatan. , 13 September 2025, bukan sekadar tanggal di kalender, melainkan penanda sebuah momentum kolosal rohani: Peringatan Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW yang dirangkaikan dengan Khaul Akbar ke-58 mengenang Wali Mursyid Tarekat Khalwatiyah Samman, Al Mukarram Asyekh Al Haj H. Andi Muhammad Saleh, atau yang akrab disapa Puang Lompo.
Sejak pagi buta, lautan manusia membanjiri lokasi acara. Diperkirakan mencapai 30.000 jiwa, mereka melafalkan shalawat, meresapi aroma dupa yang mengepul, dan mengalirkan doa. Bukan hanya dari Kabupaten Maros, jamaah Khalwatiyah Samman ini datang dari segenap penjuru Sulawesi Selatan, bahkan melintasi batas provinsi, demi menyemarakkan salah satu hajatan keagamaan terbesar di Tanah Bugis Makassar ini. Setiap wajah memancarkan kekhusyukan, setiap mata menatap penuh harap akan keberkahan yang terpancar dari sosok kekasih Allah dan pewaris spiritualnya.
Khaul Akbar ke-58 Puang Lompo adalah sebuah jembatan waktu, menghubungkan generasi saat ini dengan jejak spiritual seorang mursyid yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan ajaran Islam yang damai dan menebarkan kearifan. Melalui peringatan ini, semangat perjuangan, keteladanan, dan ilmu yang diwariskan Puang Lompo terus hidup dan bersemi di hati para pengikutnya.
Puncak kehangatan dan makna acara semakin terasa dengan kehadiran seorang tokoh nasional yang begitu dihormati: Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Didampingi langsung oleh Bupati Maros, Chaidir Syam, kedatangan beliau disambut riuh dan meriah oleh ribuan jamaah. Sosok yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta serta Ketua Umum PB As’adiyah Sengkang ini, dipandang bukan sekadar tamu kehormatan, melainkan representasi kepedulian negara terhadap kekayaan tradisi keagamaan yang tertanam kuat di tengah masyarakat.
Mursyid Khalwatiyah, dalam perayaannya, menyampaikan rasa syukur yang mendalam atas kehadiran Menteri Agama. Kemudian, tibalah giliran Prof. Nasaruddin Umar untuk memberikan tausiyah. Dengan suara yang menyejukkan namun tegas, beliau menyampaikan pesan fundamental yang begitu relevan dengan kondisi bangsa. “Orang Sulawesi Selatan jangan terlalu mudah dipecah belah, jangan terlalu mudah mengotori orang,” tegasnya, menekankan pentingnya menjaga persatuan dan menolak hasutan yang berlandaskan perbedaan.
Lebih lanjut, Menteri Agama mengulas sejarah panjang Tarekat Khalwatiyah di Indonesia, termasuk kisah pribadinya yang diturunkan pada tarekat ini. “Kakek saya salah satu pendiri Khalwatiyah di Kabupaten Bone,” ujarnya, menyiratkan otentisitas dan legitimasi Tarekat Khalwatiyah. Beliau menegaskan bahwa, “Tarekat Khalwatiyah merupakan tarekat resmi, berakidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja), mazhab fiqih Syafi’i dan bukan ajaran sesat.” Penegasan ini menjadi oase penenteram bagi jamaah dan masyarakat luas, menegaskan posisi Khalwatiyah dalam bingkai Islam nusantara yang moderat.
Tak hanya itu, Prof. Nasaruddin Umar juga menyentuh peran sentral para leluhur dalam perjuangan kemerdekaan. “Peranan orang tua kita dulu dalam kemerdekaan juga besar, melawan penjajah. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan, sudah ada Khalwatiyah di Maros. Termasuk nenek saya, ikut berjuang. Saya juga orang Maros, ada nenek saya juga berasal dari Maros,” kenangnya, membentangkan benang merah antara spiritualitas tarekat, semangat persahabatan, dan akar sejarah yang kuat di tanah Maros.
Ketika mentari mulai meninggi, menyinari wajah-wajah yang penuh harap, peringatan Maulid dan Khaul Akbar ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah penguat simpul-simpul persaudaraan, peneguh akidah, dan pengingat akan pentingnya kearifan dalam beragama. Dari Pattene, Maros, gema keberkahan dan pesan persatuan itu terpancar, mengalirkan inspirasi bahwa di tengah keragaman, iman sejati adalah perekat yang tak mudah dipecah belah. Sebuah momentum yang akan terus dikenang sebagai lautan iman yang menyejukkan, meneguhkan, dan menyatukan.