MAROS, Kameraliputan.com – Pagi itu, suasana Baruga A Kantor Bupati Maros terasa hangat. Sorotan matahari yang masuk melalui jendela seolah memanasi semangat kolaborasi yang dibawa oleh puluhan peserta. Satu per satu, pejabat dari berbagai instansi—mulai dari Camat, Kapolsek, Danramil, hingga para pemerhati sosial—mulai berdatangan. Mereka datang bukan sekadar memenuhi undangan birokrasi, melainkan membawa satu tujuan yang sama: menyatukan langkah untuk memastikan tidak ada satu pun warga Maros yang tertinggal dalam kesulitan.
Di bawah koordinasi Dinas Sosial Kabupaten Maros, pertemuan hari itu berfokus pada kegiatan krusial: Sosialisasi Bentuk Pelayanan, Penanganan, dan Alur Layanan Penyandang Permasalahan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Kegiatan ini dibuka sebagai ruang dialog penting, membahas secara mendalam berbagai kelompok rentan yang membutuhkan uluran tangan negara. Mulai dari lanjut usia terlantar, anak-anak tanpa pendamping, penyandang disabilitas berat, hingga gelandangan dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)—semua menjadi fokus pembahasan bersama.
Dari Data Menjadi Kisah Nyata
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Maros, A. Zulkifli Riswan Akbar, membuka forum dengan semangat yang menular. Bagi Zulkifli, persoalan sosial tidak boleh hanya dilihat sebagai deretan data di laporan. Ia adalah cerita nyata tentang manusia yang butuh uluran tangan segera.
“Kita ingin agar seluruh pihak memahami bagaimana sistem pelayanan sosial bekerja, dan bagaimana kita bisa berkolaborasi untuk menanganinya dengan cepat dan tepat,” tutur Zulkifli. Ia menekankan bahwa kompleksitas masalah PPKS menuntut Dinas Sosial membangun jejaring yang kuat, menghubungkan mata rantai pemerintah daerah, aparat keamanan, lembaga sosial, dan komunitas masyarakat.
Dukungan nyata atas visi tersebut terlihat dari kehadiran para pemimpin wilayah. Camat Bantimurung, H. Aris, dan Kapolsek Tompobulu, Makmur, turut menunjukkan komitmen mereka, menegaskan bahwa penanganan sosial adalah tanggung jawab bersama.
“Permasalahan sosial di masyarakat tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Butuh kerja bersama agar tidak ada satu pun yang terlewatkan dan tertinggal dalam proses penanganan,” ujar salah satu peserta dari perwakilan Polsek, menyambut baik inisiatif kolaborasi ini.
Empati yang Memandu Prosedur
Sepanjang kegiatan, diskusi mengalir cair dan praktis. Para peserta tidak hanya mendengarkan paparan alur layanan, tetapi juga berbagi pengalaman berharga di lapangan. Mereka menceritakan tantangan saat menangani warga disabilitas yang hidup sendiri di wilayah terpencil, hingga kisah sukses anak terlantar yang akhirnya bisa kembali bersekolah berkat inisiatif kerja sama lintas sektor yang cepat.
Dari cerita-cerita lapangan ini, terjalin empati yang semakin menguatkan tekad bersama. Mereka menyadari bahwa di balik setiap kebijakan dan prosedur layanan sosial yang kaku, ada wajah-wajah penuh harapan yang menunggu perhatian dan kasih dari lingkungannya. Forum ini berhasil mengubah fokus dari sekadar ‘prosedur’ menjadi ‘humanisasi pelayanan’.
Bagi Dinas Sosial, kegiatan ini bukan sekadar sosialisasi, tetapi merupakan ajakan untuk saling memahami peran dan bergerak bersama sebagai satu tim besar. Tujuannya sederhana namun fundamental: membangun sistem sosial yang lebih manusiawi, responsif, dan berbasis akuntabilitas.
Pulang Membawa Tanggung Jawab Bersama
Di akhir acara, Baruga A yang semula hangat kini dipenuhi oleh tekad yang membara. Para peserta pulang membawa lebih dari sekadar pengetahuan baru tentang alur layanan. Mereka membawa semangat kolaborasi yang terbarukan dan rasa tanggung jawab kolektif.
Komitmen yang terjalin saat itu menjadi janji bagi setiap instansi: untuk memastikan bahwa setiap warga Maros, tanpa terkecuali, mendapatkan haknya untuk hidup layak dan bermartabat, melalui kerja sama yang terintegrasi dan didasari oleh prinsip kemanusiaan. Jaring empati telah dirajut, siap merangkul mereka yang paling membutuhkan di Kabupaten Maros.







