Maros – Upaya pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat melalui bantuan sosial (Bansos) sudah dilakukan sejak lama. Hal itu merupakan bentuk perhatian dan komitmen pemerintah untuk menekan angka kesenjangan sosial.
Namun, fakta di lapangan selalu saja tidak sesuai dengan apa yang telah diprogramkan dengan ditemukannya kebocoran, kecurangan, penyelewengan hingga praktik korupsi.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Kecamatan Cenrana. Oknum pendamping program keluarga harapan (PKH) diduga melakukan penyelewengan bantuan sosial salah seorang warga Dusun Tanete, Desa Cenrana, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Dugaan itu diungkapkan oleh warga berinisial RN.
Dalam keterangannya, ketua kelompok SM menggunakan jasa pengepul berinisial SU yang bertugas sebagai calo kartu ATM dan buku tabungan kemudian diserahkan kembali ke SM.
“SM diduga langsung memotong dana program keluarga harapan, sebesar 50 ribu perorang serta menyimpan kartu PKH dan ATM sekaligus buku tabungan para penerima program keluarga harapan”, jelas RN.
RN bilang biaya pemotongan sebesar 50 ribu itu akan diperuntukkan untuk biaya gesek maupun ongkos ojek. Hal itu kerap dilontarkan oleh oknum sebagai alasan yang masuk akal. Oknum petugas PKH itu juga kerap mengaku sebagai salah satu keluarga dekat Bupati Maros.
“Heran saya melihat oknum SM yang sering kali mengaku bahagian keluarga bupati Maros yang tidak jelas asal usul nasab yang menghubungkan dengan pak bupati, mungkin dengan jalan mengaku sebagai keluarga bupati sehingga dijadikan sebagai tameng kepada anggotanya untuk menakut nakuti”, sambung RN
Jikalau PKM berjumlah 200 orang perkelompok jadi setiap kali melakukan penarikan, SM bisa meraup keuntungan sebesar 10 juta rupiah dan bila dikalikan dalam empat kali penerimaan jumlahnya sangat lumayan. Diketahui pula kelompok terbentuk dengan persetujuan dari pendamping keluarga harapan (PKH) jadi kemungkinan besar ini ada kaitannya dengan atau perintah dari pendamping program keluarga harapan.
Sehingga atas dugaan tersebut, SM dan SU di duga telah melakukan tindak pidana korupsi atas perbuatannya dengan secara bersama sama dan sengaja mengambil hak orang miskin dengan modus biaya gesek dan ojek.
Apabila dugaan itu terbukti karena memotong dana bantuan sosial warga dampingannya, maka SM dan SU bisa dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan berdasarkan UU tersebut, maka pelaku akan mendapatkan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Hingga berita ini tayang awak media belum berhasil menemui atau mengkonfirmasi yang bersangkutan. (*)