Makassar | JurnalCelebes.co – Adanya beberapa kasus kekerasan di lingkungan sekolah menjadi perhatian Dinas Pendidikan Kota Makassar. Merebaknya aksi yang melibatkan tenaga pengajar dan peserta didik, menjadi hal yang sangat mendesak bagi Dinas Pendidikan Kota Makassar mengambil langkah nyata untuk mencegahnya.
Dinas Pendidikan Makassar menggandeng UNICEF (United Nations Children’s Fund) sejak tahun 2017 lalu menggencarkan program Sekolah Anti Bully. ada dua sekolah yang menjadi program percontohan Sekolah Anti Bully yakni SMPN 10, dan SMPN 37.
Keduanya dipilih karena SMPN 10 dan SMPN 37 termasuk sekolah dengan tingkat kekerasan yang relatif tinggi. Setelah mengikuti program Sekolah Anti Bully, tingkat kekerasan di kedua sekolah itu perlahan menurun.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar pada Dinas pendidikan, Hidayat saat menjadi nara sumber pada Coffe Morning Humas Pemkot makassar yang mengusung tema ” Sekolah Masihkah Lingkungan Yang Aman”. Rabu, 29/8/2018, mengatakan bahwa pihaknya melakukan pendampingan dan melakukan pelatihan kepada kepala sekolah, dan guru dengan tujuan memberikan pemahaman mengenai konsep bully, cara mengatasi, dan mencegahnya.
Dinas Pendidikan dan UNICEF juga melibatkan relawan yang memberikan edukasi kepada anak – anak sekolah melalui organisasi ekstrakurikuler seperti Pramuka, PMR dan OSIS.
Di tahun 2018, upaya pencegahan bully diperluas dengan melibatkan empat sekolah yakni SMPN 1, SMPN 3, SMPN 26, dan SMPN 13. Metode dan pendekatan yang dilakukan sama dengan tahun lalu, harapannya agar pelajar dan tenaga pengajar mampu menjadi agen anti bully tidak hanya di sekolahnya masing – masing namun juga dapat menyebarkan pengaruh postif itu di lingkungan pergaulan sehari – hari.
Kasus kekerasan di sekolah juga kerap berujung pada pelaporan polisi. Meski tak mengungkap data yang spesifik merujuk pada kekerasan anak di sekolah, Kanit 6 Perlindungan Anak Polrestabes Makassar Iptu Ismail menyebutkan di tahun 2018 ada 52 kasus kekerasan terhadap anak.
Di bulan Januari ada 2 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani kepolisian, di bulan Februari 9 kasus, Maret 8 kasus, April 5 kasus, Mei 6 kasus, Juni 11 kasus, Juli 4 kasus, dan Agustus 7 kasus.
“Umumnya korban berasal dari keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah, dan pelakunya berasal lingkungan terdekat korban. Ada yang pelakunya tetangga, sepupu bahkan paman korban,” jelas Iptu Ismail. (*)
Editor : Wen